Suatu hari di musim dingin. Kami berjalan berdua melewati rumah-rumah bata bercerobong asap yang berjejer di kota tua. Jaketnya hitam panjang. Tangannya yang telanjang tersembunyi di dalam saku. “Are you cold?” Tanyaku. Seperti biasa, ia menggeleng. Mungkin hanya dalam anganku ia terlihat rapuh.
“Sing a song,” kataku.
“Anything but English.”
Dan kami terus berjalan, melewati serentatan pohon-pohon tak berdaun dan hawa dingin yang menusuk tulang. Jalan-jalan sepi tak berhuni. Sunyi. Sampai akhirnya kudengar sebuah lagu syahdu dalam bahasa asing yang tak kumengerti. Kuresapi perlahan dalam bisu. Kuselami nada-nada merdu yang mengusik kalbu. Lagu patah hati? Atau kasih yang tak pernah terberi? Tapi tanya tak kunjung terlontar. Dan ia kembali diam.
Tiba-tiba angin dingin menerpa dari belakang. Kubalut leherku dengan syal rapat-rapat. “Are you cold?” Ia bertanya. Aku menggeleng. Dan kami terus menyusuri jalan. Melewati rumah-rumah bata bercerobong asap yang berjejer di kota tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar